kabarterkinionline.com
BPK RI Temukan Anomali Pembayaran Rp79,6 Juta, Dugaan Mark-Up Anggaran Dinas Perikanan Ogan Ilir Mencuat. Dugaan praktik mark-up kembali mencoreng pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Ogan Ilir. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor 41.B/LHP/XVIII.PLG/05/2025, tertanggal 25 Mei 2025, menemukan adanya kelebihan pembayaran senilai Rp79,6 juta pada salah satu proyek di Dinas Perikanan Ogan Ilir. Temuan ini memicu reaksi keras dari aktivis yang menuntut audit investigasi mendalam dan transparansi penuh dari pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, ketidaksesuaian terjadi antara realisasi fisik pekerjaan dan proses serah terima hasil pekerjaan. Dalam investigasi lapangan pada 13 Maret 2025, BPK menemukan bahwa proyek tersebut belum rampung sepenuhnya, meski Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan Pertama (PHO) telah diterbitkan pada 23 Desember 2024 dengan Nomor 900/175/BAPP/DISKAN/2024.
Ironisnya, pembayaran lunas sebesar Rp199 juta telah dilakukan pada 31 Desember 2024 melalui Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) LS Nomor 16.10/04.0/000109/LS/3.25.0.00.0.00.01.0000/PPR3/12/2024. Padahal, menurut analisis BPK, progres pekerjaan saat penandatanganan PHO baru mencapai sekitar 60 persen.
Dari hasil konfirmasi kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan penyedia jasa, nilai pekerjaan riil pada saat itu seharusnya hanya sebesar Rp119,4 juta. Dengan demikian, terdapat selisih kelebihan pembayaran mencapai Rp79,6 juta yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Situasi kian mengkhawatirkan setelah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengakui bahwa PHO memang dilakukan sebelum pekerjaan selesai. PPK berdalih bahwa langkah tersebut diambil karena desakan dari pihak penyedia yang membutuhkan dana untuk melunasi pembelian material, serta faktor kedekatan personal antara PPK dan penyedia proyek.
Kondisi ini mendapat perhatian serius dari Generasi Muda Peduli Tanah Air (Gempita) Ogan Ilir. Dalam pernyataannya pada Kamis (16/10/2025) pukul 12.30 WIB di kediamannya, juru bicara Gempita Ogan Ilir, Budi Riskianto, mempertanyakan integritas dan profesionalisme aparatur pemerintah daerah yang terlibat dalam proyek tersebut.
“Temuan BPK RI ini adalah sinyalemen kuat adanya praktik koruptif yang merugikan keuangan negara. Kami mendesak Polres Ogan Ilir dan Kejaksaan Negeri Ogan Ilir segera turun tangan untuk melakukan audit investigasi menyeluruh. Jangan biarkan oknum yang bermain dengan uang rakyat lolos dari jerat hukum,” tegas Budi dengan nada berapi-api.
Gempita Ogan Ilir menilai, lemahnya sistem pengawasan dan kedekatan personal antara pejabat dan penyedia proyek menjadi akar masalah penyimpangan anggaran di daerah. Mereka menuntut agar seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Ogan Ilir dievaluasi secara transparan dan akuntabel.
Kasus ini menjadi preseden buruk bagi upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa di Ogan Ilir. Publik kini menanti langkah tegas aparat penegak hukum untuk mengungkap kebenaran dan menyeret pihak-pihak yang terlibat ke meja hijau. Momentum ini juga diharapkan menjadi titik balik reformasi sistem pengendalian internal di seluruh OPD kabupaten tersebut.







