kabarterkinionline.com
Kerugian Rp100 Triliun per Tahun, Daftar 13 Merek Beras Diduga Oplosan. Daftar 13 Merek Beras Diduga Oplosan, Kerugian Rp100 Triliun per Tahun.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri menemukan setidaknya ada 13 merek beras yang diduga karena melanggar aturan mutu dan takaran.
Beberapa merek yang dipasarkan dan ikut terseret dalam proses penyelidikan antara lain:
Produk Dari Wilmar Group
Sania, Sovia, Fortune
Produksi dari Food Station Tjipinang Jaya
Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Stationm , Ramos Premium, Setra Pulen, Setra Ramos
Diproduksi dari PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group)
Ayana,
Diproduksi dari PT Belitang Panen Raya
Raja Platinum, Raja Ultima
Pembeli Mengeluh
Pemberitaan mengenai temuan beras oplosan oleh Satgas Pangan Bareskrim Polri dan Kementerian Pertanian mendapat sorotan dari sejumlah warga.
Sejumlah warga pun mengaku kecewa setelah terungkap praktik penipuan yang dilakukan oleh sejumlah produsen beras di Indonesia.
Desi (34), warga Jakarta Timur mengaku rutin membeli beras setiap minggu, bahkan kerap memilih beras dengan label premium yang berharap dapat memberikan yang terbaik bagi keluarganya.
Saya kaget banget ya dengar berita ini. Soalnya saya beli beras kan tiap minggu, kadang pilih yang kemasan premium karena mikirnya pasti lebih bagus buat keluarga,” kata Desi saat dihubungi Kompas.com, Minggu (13/7/2025).
Namun, setelah mendengar kabar bahwa beras -beras premium diduga oplosan dan berat kemasannya dikurangi, Desi merasa sangat dirugikan.
“Eh ternyata bisa jadi itu beras oplosan, dan beratnya pun dikurangi. Gila aja, kita udah bayar mahal, ternyata ditipu. Ini mah nyakitin rakyat kecil, apalagi yang pas-pasan kayak saya. Kenapa sih semua-muanya ditipu, pakai segala dioplos,” kata Desi.
Hal senada juga disampaikan oleh Aminah (58). Pedagang nasi di kawasan Bogor ini mengaku sangat dirugikan dengan kondisi ini.
Baginya, beras bukan sekadar kebutuhan pokok, tapi juga barang dagangan yang menentukan kelangsungan hidupnya.
“Saya nih jualan buat nyambung hidup, modal pas-pasan. Kalau berasnya ternyata dikurangin beratnya atau kualitasnya nggak sesuai, ya jelas rugi dobel. Nggak cuma saya, semua rakyat kecil yang makan beras tiap hari juga jadi korban,” ucap Aminah.
Ia menambahkan, praktik curang seperti ini sangat menyakitkan bagi masyarakat kecil.
“Kita bayar mahal-mahal, tapi malah ditipu. Yang kaya mah mungkin nggak kerasa, tapi buat kita yang ngitung setiap rupiah, ini sangat merugikan. Harusnya produsen-produsen kayak gitu dihukum berat. Udah bukan bandel lagi, tapi zolim!” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan bahwa sekitar 212 merek beras terindikasi melakukan pelanggaran.
Bentuk pelanggarannya pun beragam dan sangat merugikan konsumen. Ada yang mengurangi berat bersih dalam setiap kemasan.
Ada pula yang mengoplos beras berkualitas premium dengan beras berkualitas di bawahnya lalu dijual mahal.
“Contoh, ada volume yang mengatakan 5 kilogram, padahal 4,5 kilogram,” ujar Amran, Sabtu (12/7/2025).
“Kemudian, ada yang mengatakan bahwa ini (produk) premium, padahal itu adalah beras biasa,” katanya.
Praktik mengoplos beras itu bisa menyebabkan selisih harga Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram lebih mahal dibandingkan harga asli. Jika praktik ini berlangsung selama 10 tahun, ujar Amran, kerugian bisa mencapai Rp 1.000 triliun. Oleh karena itu, ia telah melaporkan temuan ini ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Ia juga meminta agar produsen-produsen nakal itu segera ditindak tegas secara hukum.
“Katakanlah 10 tahun (praktik penipuan dilakukan), Rp 1.000 triliun. Kalau 5 tahun Rp 500 triliun. Ini kerugian,” ujarnya.
Ia sekaligus mengimbau kepada seluruh produsen beras se-Indonesia untuk bersikap jujur.
“Pengusaha beras seluruh Indonesia, jangan melakukan hal serupa. Tolong menjual beras sesuai standar yang sudah ditentukan,” tandas Amran.
Kurangi Takaran hingga Dioplos
Sejumlah produsen beras diduga melakukan praktik penipuan terhadap konsumen di Indonesia.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, ada sekitar 212 merek beras yang tidak sesuai dengan aturan. Perbuatan mereka pun beragam. Ada yang mengurangi berat bersih dalam setiap kemasan.
Ada pula yang mengoplos beras berkualitas premium dengan beras berkualitas di bawahnya lalu dijual mahal.
“Contoh, ada volume yang mengatakan 5 kilogram, padahal 4,5 kilogram,” ujar Amran Sabtu (12/7/2025).
“Kemudian, ada yang mengatakan bahwa ini (produk) premium, padahal itu adalah beras biasa,” katanya.
Praktik mengoplos beras itu bisa menyebabkan selisih harga Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram lebih mahal dibandingkan harga asli.
Amran pun geram dengan praktik penipuan yang disebutnya sudah merugikan rakyat sekitar Rp 100 triliun per tahunnya itu.
“Ini kan merugikan masyarakat Indonesia. Itu kurang lebih Rp 99, hampir Rp 100 triliun terjadi setiap tahun,” kata Amran.
“Katakanlah 10 tahun (praktik penipuan dilakukan), Rp 1.000 triliun. Kalau 5 tahun Rp 500 triliun. Ini kerugian,” ujarnya.
Amran sudah melaporkan temuan tersebut ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin dan berharap para produsen beras yang melanggar mendapat tindakan tegas.
Ia sekaligus mengimbau kepada seluruh produsen beras se-Indonesia untuk bersikap jujur.
“Pengusaha beras seluruh Indonesia, jangan melakukan hal serupa. Tolong menjual beras sesuai standar yang sudah ditentukan,” tandas Amran.
Merugi Hampir Rp100 Triliun per Tahun
Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan, masyarakat bisa mengalami kerugian hingga ratusan triliun rupiah per tahun akibat penjualan beras yang tidak sesuai regulasi.
Menurut dia, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Satgas Pangan menemukan 212 merek beras yang tidak sesuai dengan aturan, mulai dari kualitas dan mutunya yang tidak sesuai standar hingga volume timbangan beras yang dijual tidak sesuai.
“Contoh ada volume yang mengatakan 5 kilogram (kg) padahal 4,5 kg. Kemudian ada yang 86 persen mengatakan bahwa ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya apa? Satu kilo bisa selisih Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram,” ujarnya Sabtu (12/7/2025).
“Ini kan merugikan masyarakat Indonesia, itu kurang lebih Rp 99 triliun, hampir Rp 100 triliun kira-kira, karena ini terjadi setiap tahun. Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, kalau 10 tahun kan Rp 1.000 triliun, kalau 5 tahun kan Rp 500 triliun, ini kerugian,” sambungnya.
Atas temuan tersebut, pihaknya pun sudah melaporkan ke Kapolri hingga Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti.
Mentan Amran berharap agar para pengusaha beras bisa berusaha dengan jujur dan menjual berasnya sesuai dengan aturan.
“Itu telah mulai pemeriksaan. Kami berharap ini ditindak tegas dan kepada saudara-saudara yang lain, pengusaha beras seluruh Indonesia. Jangan melakukan hal serupa. Tolong menjual beras sesuai standar yang sudah ditentukan,” tandas Mentan Amran.
Beredar di Supermarket Terkenal
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap temuan beras oplosan yang dikemas ulang sebagai beras premium dan telah beredar luas, termasuk di sejumlah minimarket dan supermarket terkenal.
Temuan ini diperoleh dari hasil pengambilan sampel di berbagai jalur distribusi oleh tim gabungan Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan, Kejaksaan Agung, dan instansi terkait lainnya.
“Iya, beredar. Supermarket beredar. Itu kami ambil sampel dari sana semua,” ujar Amran kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/7/2025)
Setelah kasus ini dibongkar, Amran mencatat sejumlah minimarket mulai menarik produk beras oplosan dari rak penjualan.
Ia berharap langkah itu menjadi sinyal positif bagi perlindungan konsumen.
Namun demikian, Amran menegaskan bahwa data dan bukti terkait praktik kecurangan tersebut telah diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti secara serius.
Ia juga meminta agar penindakan difokuskan pada produsen besar, bukan pedagang kecil.
“Jangan korbankan pedagang kecil. Tapi ke produsennya yang besar-besar. Janganlah yang penjual eceran,” tandasnya.
Menurut dia, para pedagang eceran biasanya hanya menerima dan menjual barang tanpa mengetahui proses di balik produk yang mereka jual, termasuk soal keaslian beras .
Amran menyoroti bahwa beras subsidi dari program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) pun menjadi korban praktik oplosan.
Ia menyebutkan, sekitar 80 persen beras SPHP dicampur dan dikemas ulang sebagai beras premium, sedangkan hanya 20 persen yang dijual sesuai aturan di kios-kios.
Akibat praktik ini, Amran memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 10 triliun dalam lima tahun terakhir, atau sekitar Rp 2 triliun per tahun.
Ia menambahkan, ada 212 merek beras nakal yang teridentifikasi terlibat dalam kecurangan tersebut, dan para produsen mulai dipanggil oleh Satgas Pangan Polri.
Amran juga menyesalkan lonjakan harga beras di pasaran yang terjadi meskipun stok beras melimpah. Ia menilai fenomena ini sebagai akibat dari ulah pihak-pihak yang mempermainkan sistem distribusi dan harga demi keuntungan pribadi.
Pemerintah kini tengah menyiapkan langkah korektif dan hukum untuk menertibkan ekosistem distribusi beras dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap produk pangan pokok.
Empat Perusahaan Diperiksa
Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen (Pol) Helfi Assegaf menegaskan, pihaknya bergerak cepat dalam memeriksa perusahaan-perusahaan produsen beras itu.
“Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” kata Helfi kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, baru didapati 26 merek beras diduga merupakan hasil praktik penipuan sebagaimana yang diungkapkan Mentan Amran.
Sebanyak 26 merek beras itu berasal dari empat perusahaan besar produsen beras , yakni Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Satgas Pangan mengumpulkan sampel produk beras keempat perusahaan dari berbagai daerah dan mendapati bahwa produk mereka tidak sesuai regulasi.
Wilmar Group diperiksa terkait produk beras merek Sania, Sovia, Fortune, dan Siip, berdasarkan 10 sampel dari wilayah Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Jabodetabek, dan Yogyakarta.
PT Food Station Tjipinang Jaya dimintai keterangan terkait produk Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, dan Setra Pulen, dari total 9 sampel asal Sulsel, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, dan Aceh.
Sementara itu, PT Belitang Panen Raya diperiksa atas produk Raja Platinum dan Raja Ultima dari 7 sampel yang dikumpulkan di Sulsel, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Aceh, dan Jabodetabek.
Sedangkan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group) diperiksa atas produk beras Ayana yang sampelnya berasal dari Yogyakarta dan Jabodetabek.
Respons Produsen Beras
Merespons temuan Satgas Pangan Polri itu, Kepala Divisi Unit Beras PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group), Carmen Carlo Ongko S tidak membantah temuan itu.
Tetapi, ia memastikan bahwa seluruh proses produksi serta distribusi produk beras kemasannya sudah sesuai dengan standar perusahaan.
“Dalam menjalankan operasional bisnis, kami memastikan seluruh proses produksi dan distribusi beras PT SUL dijalankan sesuai dengan standar mutu dan regulasi yang berlaku,” kata Carmen dalam pernyataan resminya, Sabtu (12/7/2025).
Meski demikian, pihaknya menghormati proses hukum yang ada. Hal itu disebutnya sebagai upaya untuk menjaga kepercayaan publik terhadap rantai pasok pangan nasional.
Sementara itu, Direktur Utama Food Station Karyawan Gunarso memilih untuk tidak menjawab terlebih dahulu.
Ia akan berkoordinasi dengan tim internal demi menanggapi kasus ini.