Orang Tua Lebih Pilih Sekolah Swasta? SD Negeri Hanya Dapat 1 Murid

kabarterkinionline.com

Orang Tua Lebih Pilih Sekolah Swasta? SD Negeri Hanya Dapat 1 Murid. Guru mengajar seorang siswa kelas satu saat kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah Pendidikan (MPLS) di SD Negeri Kauman 27 Solo, Jawa Tengah, Senin (14/7/2025).

Sekolah tersebut hanya mendapatkan satu siswa baru pada Sistem Penerimaan Siswa Baru (SPMB) tahun ajaran baru 2025/2026 melalui jalur afirmasi sedangkan melalui mutasi dan domisili tidak ada siswa yang mendaftar karena letak sekolah yang jauh dari perkampungan dan berada di kawasan pertokoan.

Fenomena tak biasa terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Beberapa sekolah dasar negeri tercatat hanya menerima satu murid baru pada tahun ajaran baru 2025/2026. SD Negeri 1 Wates di Kabupaten Kudus hanya memiliki satu siswa baru pada awal tahun ajaran ini. Di sekolah tersebut, siswa bernama Shofi memulai kegiatan belajar pada Senin (14/7/2025).

Untuk sementara waktu digabungkan dengan kelas 2 agar memiliki teman belajar. Kondisi serupa juga terjadi di SD Negeri 27 Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo. Sekolah ini hanya menerima satu murid baru bernama Abrizam. Abrizam yang mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dengan didampingi wali kelas tersebut tercatat masuk melalui jalur afirmasi. Tak hanya di dua sekolah tersebut, masih ada sejumlah sekolah dasar negeri lain yang juga hanya menerima satu siswa pada tahun ajaran baru ini. Ketika SD Negeri Susah Didapat, Haruskah SD Swasta Jadi Solusinya?

Fenomena tersebut memunculkan dugaan bahwa banyak orang tua kini lebih memilih menyekolahkan anak ke sekolah swasta. Di Indonesia, sekolah swasta telah tersebar luas dari jenjang taman kanak-kanak hingga SMA dan seringkali dinilai memiliki keunggulan dari segi fasilitas, pendekatan belajar, hingga kualitas pengajaran.

Selain menawarkan fleksibilitas, sekolah swasta juga tidak menerapkan sistem zonasi, sehingga memberi keleluasaan bagi orang tua dalam memilih sekolah. Lantas, apakah keberadaan sekolah swasta menjadi penyebab minimnya penerimaan murid di sejumlah sekolah negeri?

Pengamat tegaskan pemda seharusnya lakukan survei Pengamat pendidikan Ina Liem mengatakan, sulit menarik kesimpulan yang pasti mengenai penyebab rendahnya jumlah murid tanpa melihat data secara komprehensif.

Menurutnya, pemerintah daerah harus melakukan kajian mendalam berbasis data kependudukan dan data sekolah yang tersedia. “Penyebab pasti tentunya saya tidak bisa menarik kesimpulan, karena harus dipelajari datanya dulu,” kata Ina, Rabu (16/7/2025).

Maka dari itu, ia berharap pemerintah daerah dapat melakukan survei mengenai data kependudukan. Mulai dari prediksi usia sekolah dalam suatu wilayah, kapasitas sekolah dalam menampung murid, hingga isu korupsi.

“Ini tugas pemda harusnya. Fenomena ini tidak mungkin mendadak. Data kependudukan kan sudah ada, harusnya bisa diprediksi anak usia sekolah di daerah tersebut ada berapa, kapasitas sekolah berapa, tahun lalu berapa siswa, tren menurun sejak kapan, isu korupsi di sekolah tersebut ada atau tidak, sehingga berpengaruh terhadap persepsi ortu,” katanya.

Ina juga menyarankan agar pemda menyurvei apakah ada lonjakan jumlah siswa di sekolah swasta tertentu, yang bisa menunjukkan adanya pergeseran pilihan masyarakat.  Hal-hal ini, menurutnya, penting untuk dievaluasi secara menyeluruh sebelum mengambil kebijakan. “Coba disurvei juga apakah ada peningkatan jumlah siswa ke sekolah swasta tertentu,” kata Ina.

Dalam pengamatannya terhadap diskusi orang tua di media sosial, Ina mencatat adanya kecenderungan persepsi negatif terhadap sekolah negeri.  Isu seperti penyelewengan dana Program Indonesia Pintar (PIP), dana BOS, hingga pungutan kegiatan non-akademik seperti study tour menjadi pemicu kekecewaan publik.

Meski tidak bisa digeneralisasi bahwa sekolah swasta selalu lebih baik, Ina menilai bahwa sekolah swasta memiliki dorongan yang lebih tinggi untuk menjaga kualitas.  Hal ini karena operasional sekolah swasta bergantung pada pembiayaan dari orang tua murid, dan guru-gurunya menerima gaji dari yayasan.

“Tentunya tidak bisa dipukul rata sekolah swasta pasti lebih baik. Tapi karena swasta mengandalkan biaya operasional dari ortu, dan guru mengandalkan gaji dari yayasan, semangat meningkatkan kualitas cenderung lebih tinggi, karena mereka harus bertahan secara mandiri,”ujar Ina.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *